Selasa, 22 Juni 2010

FUJIYAMA OLEH SUNYOTO (BAB I)

1

Gagal Ke Shizouka

Masa kecilku di Desa Dongko Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek, penuh dengan kehidupan berbau pedesaan. Sekolahku di SD Negeri Dongko 1 adalah sekolah tertua dan sekolah paling top di kecamatan itu. Semua murid termasuk aku tidak berseragam, tidak bersepatu. Bila pulang sekolah, hampir semua anak-anak disana beraktivitas mencari rumput untuk hewan piaraan, mencari kayu bakar untuk masak di dapur, membantu orang tua bertani atau bercocok tanam di sepetak tanah. Ada seornag teman bernama Sugiyanto, orang tuanya berdagang di pasar Dongko. Sepulang sekolah dia membantu orang tua beres-beres barang dagangan untuk dibawa pulang dengan cara dimasukkan ke keranjang dan dipikulnya. Orang upahan untuk melaksanakan kegitan itu sebetulnya sudah ada yaitu Kang Parmin. Tetapi Sugiyanto tetap saja membantu sebagai baktinya pada orang tua, sekaligus taktik balas budi dan tentu kalau minta uang jajan akan bisa lebih mudah akan bisa lebih banyak.

Aku tinggal bersama Kakek di rumah Desa Jepun, seorang pensiunan guru dan kepala SD. Kegiatanku bila pulang sekolah mencari makanan kambing, mencari kayu bakar, tetapi kadang-kadang aku bengong tidak mengerjakan tugas itu dan main melulu. Itupun nenek tidak marah karena pada dasarnya aku sedikit dimanja oleh nenek sebagai cucu kesayangan. Bila pulang kerumah ibu yang jaraknya hanya sekitar 300 meter dari rumah nenek, pekerjaanku adalah membantu menjaga toko pracangan ibu. Keseharianku jarang sekali baca buku, jadi maklumlah kalau mimpi-mimpi yang ada waktu kecil adalah sederhana sekali. Misalnya, bisa menjadi penari Jaran Kepang seperti Kang Tarjo, menjadi Sopir Mobil Power angkutan seperti Pak Sampe, atau bisa melukis seperti Pak Wir Toklik, itu sudah top. Menurutku, Kang Tarjo adalah sosok selebritis di desaku. Kalau dia sedang main Jaran Kepang dia berperan sebagai kasatria. Dandanannya gagah, seperti kasatria yang sedang berpatroli dijaman kerajaan menunggang kuda. Dia menari bagus dan kadang lucu. Biasanya kasatria penunggang kuda ini ada empat orang. Dalam pentas Jaran Kepang biasanya berlangsung seperti ini, diawali dengan penampilan kasatriya berpatroli naik kuda, kasatriya bertemu babi hutan (celengan) kemudian kasatriya bertemu ular (barongan). Setelah lewat pertengahan penampilan, satu atau dua orang pemain kesetanan atau bahasa orang-orang Dongko ndadi, ditandai dengan terjatuh, meringkik seperti kuda dan menari tidak beraturan, minta minum air bunga mawar, makan ketela mentah, minum asap kemenyan dan tentu menakutkan. Kalau sudah begitu pemain lain biasanya Kang Tarjo dan Kang Mangun tetap bersih dan meninggalkan panggung atau arena pertunjukan. Yang ndadi baru sembuh bila pawang atau dukunnya turun tangan.

Lain lagi dengan kekagumanku terhadap Pak Sampe, sopir power angkutan desa jurusan Dongko – Trenggalek. Pak sopir ini pinter dibidang teknik, cekatan mengendarai mobilnya, pandai memberikan pelayanan dan orangnya sabar, kalem, sopan terhadap siapa saja. Dia mampu menerapkan pelayanan prima. Dia adalah sosok yang selalu

ditunggu-tunggu para pengguna jasa angkutan. Waktu itu di Dongko ada mobil satu-satunya yaitu mobil angkutan umum milik Koperasi ”SEHATI” artinya satu hati atau satu tekat bersama. SEHATI ternyata ada kepanjangannya Semua Ekonomi Harus Ada di Tangan Indonesia. Usaha yang dijalankan Koperasi ini sepertinya pertokoan, perkreditan dan Angkutan Mobil. Anggotanya banyak sekali kebayakan guru dan Pegawai. Dimobil itu ada tulisan dari pabriknya Power Wagon kalau tidak salah made in Germany, karena itulah disebut power.

Mobil ini seperti Jip Wilis tetapi besarnya tiga kali lipatnya, atapnya trepal mulai dari kaca depan sopir sampai bak belakang. Rodanya sebesar roda truk model 3/4 , bukan truk yang panjang itu. Mobil ini boleh memuat orang, barang-barang pertanian, barang dagangan dan penuimpang orang besar kecil, tua muda, laki perempuan, anak dan bayi kaya miskin semua boleh naik asal masih muat (belum penuh) Banyaknya muatan kalau dari Dongko bawa barang Gaplek, Kedelai, hewan kambing bisa sampai dua puluh karung sekitan 2 ton plus penumpang manusia sekitar lima belas orang naik di atap kendaraan, ada yang duduk di Slebor depan pegangan lampu depan, ada yang duduk di ban serep dekat sopir. Orang laki-laki justru senang dan bangga naik ditempat yang berbahaya misa diatap mobil, di slebor depan di ban serep, sementara ibu dan anak duduk di bangku depan ada stu orang didekat sopir, dan dibawah atap yang sekiranya aman.

Selain SEHATI ada dua mobil power yang lain milik masyarakat Kecamatan Panggul, tetapi biasanya jarang mau ditumpangi orang Kecamatan Dongko yang akan menuju Ke Trenggalek karena dari Panggul sudah penuh. Perjalanan dari Dongko ke Trenggalek sekitar 1 jam mobil kecepatan antara 30-60 Km perjam. Power-power itu jalan setiap hari waktunya tidak ada jadwal tetap tergantung ada tidaknya penumpang, itupun hanya 1 kali pulang pergi. Bila orang mau bepergian harus menunggu mulai pagi kalau tidak mau terlambat. Kalau sudah terlambat SEHATI sudah berangkat tidak ada lagi harapan melanjutkan perjanan kecuali nekat jalan kaki sejauh 30 KM atau ditunda besok pesen tempat dulu ke Pak Sopir atau krenetnya.

Dongko adalah daerah pegunungan dan jalannya ketika itu adalah jalan Daendels, jalan berbatu kecil rata ditata, tetapi di jalan tertentu rusak berat oleh kelebihan muatan kendaran. Kadang rodanyaslip tidak bisa jalan karena lumpur. Kalau sudah begitu krenet kerja keras pasang katrol di kaitkan di batang kayu yang ada di tepi jalan.

Sewaktu kecil aku sering diajak potong rambut ke rumah Pak Wir Toklik oleh mbah kakung. Di rumahnya yang kecil dan sederhana itu, kadang terlihat Pak Wir sedang melukis gambar pemandangan desa. Aku kagum dengan lukisannya yang menurut saya sangat bagus waktu itu. Padahal dibandingkan dengan sekarang, lukisan-lukisan itu tidak lebih dari sekedar lukisan-lukisan tepi jalan. Profesi Pak wir multifungsi dan serba bisa, dia itu tukang cukur, dia itu tukang gambar dan dia itu pemain ketoprak top dikampung. Dia pekerja keras, pantang menyerah demi menghidupi keluarganya. Dia membuatku salut dan dia adalah idolaku.

Sekolah di desaku tahun 1960 an masih tidak maju. Bacaan yang ada sebagian besar adalah tentang tatakrama, tentang moral, tentang bakti anak kepada orang tua, tentang kebangsaan. Melanjutkan sekolah atau pergi keluar negeri - mimpipun tidak pernah. Alat-alat laboratorium disekolahku sebetulnya ada, tetapi tidak pernahdisentuh oleh guru-guru atau siswa sekalipun. Takut rusak atau tidak bisa mengoperasikan, tetapi yang jelas kami bersekolah untuk menjadi orang yang bermoral dan berguna bagi lingkungan. Ada seorang hebat di desaku saat itu, dia adalah saudara sepupu sendiri dari garis keturunan kakak nenekku, sepupuku itu bernama Mas Suntoro. Dia pernah dapat beasiswa kuliah di Rusia saat zaman pemerintahan Presiden Soekarno. Katanya sih untuk menjadi ahli bidang tenaga atom. Saudaraku itu hebat, sayang image masyarakat waktu itu bahwa pengembangan tenaga atom itu identik dengan bom pemusnah masal yang dapat meluluh lantakkan seluruh sendi kehidupan seperti di Hirosima dan Nagasaki sampai bertahun-tahun. Hasilnya, ilmu beliau tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sekarang setelah pensiun, keahlian beliau diterapkan untuk mengembangkan usaha milik sendiri, memproduksi air minum kemasan bermerk La Toya di Jakarta.

Para orang tua se-kecamatan Dongko yang punya anak sangat mengidolakan sepupuku itu. Wajarlah orang tua mana yang tidak bangga anaknya sukses dan hebat, dapat beasiswa kuliah di luar negeri. Termasuk ibuku, kalau memberi motivasi pada Sunyoto kecil, “Nyot, kalau sekolah yang pinter, terus sekolah di luar negeri seperti Mas Sun”.

Aku hanya diam tidak merespon sebab dalam hati, aku membantah it is imposible. Kenyataan setelah aku dewasa, jadi guru sampai sekarangpun sudah menjadi kepala SMK Negeri, sudah berkeluarga, tetap saja tidak berani bermimpi ke luar negeri. Kecuali ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Aku realistis saja, gajiku hanya cukup untuk hidup sehari-hari dan biaya sekolah anak-anakku. Sebagai guru, aku hipokrit terhadap muridku yang selalu kuharapkan untuk senantiasa punya mimpi-mimpi yang spektakuler padahal mimpiku sendiri amatlah sederhana. Seperti mimpinya Ebit G Ade atau Achmad Albar bersama God Bless Band dalam salah satu lagunya ”Rumah Kita”. Sebenarnya, Kalau dipikir lagi dijaman modern, jaman global seperti sekarang ini apa yang tidak mungkin. Ternyata mimpi itu penting dan Insya Allah bisa diwujudkan, bila ada komitmen dari diri kita sendiri, selain do’a. Terbukti para TKW hanya lulusan SD, SMP bisa ke Hongkong, Malaysia, Singapuara, Arab Saudi, apa lagi kita yang berpendidikan lebih dari itu.Why not.

Terjadi pada Minggu ketiga Nopember 2007, 170 kepala SMK-RSBI ( Sekolah Menengah Kejuruan - Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ) se Indonesia termasuk aku dan puluhan Kepala Dinas Pendidikan dari Kabupaten lain, mendapat tugas studi banding dan menyaksikan World Skills Competition Shizuoka 2007 di Jepang. Studi banding ini sekaligus menjadi tim penggembira Kontingen Indonesia. Pada momen ini siswa SMK pemenang Lomba Kompetensi Siswa SMK Tingkat Nasional 2006 ikut berlaga di Shizouka Jepang. Mereka mengadu kebolehan dalam kompetensi keahlian kejuruan bidang teknologi, pariwisata, kriya logam dan komputer tingkat dunia dengan sekolah kejuruan se-dunia. Seminggu sebelum berangkat aku sudah ijin Pak Kepala Dinas

Pendidikan Kabupaten Jember selaku atasanku. Teman-teman guru sudah pesen-pesen minta oleh-oleh, saudara-saudara banyak yang mengetahui dan mengucapkan selamat jalan. Sudah terbayang-bayang seperti apa Jepang itu, betapa bahagia dan senangnya naik pesawat mewah berkelas internasional.

Tak bisa kusembunyikan perasaan bangga dan senangnya luar biasa, yakin aku berangkat ke Jepang Eh maaf norak ya. Maklumlah belum pernah pergi keluar negeri. Di Bandara Soekarno Hatta di belakang Mac Donnald adalah tempat kami harus berkumpul jam 08.00 malam. Makan malam tersedia dengan nasi kotak, karena rencana keberangkatan diperkirakan sekitar 10.00 malam. Tour and Travel ITC telah membagikan tras dan topi berlabel World Skills Competation. Sementara petugas lain dari Biro perjalanan ini, membagikan paspor dan yang sudah dipanggil namanya terus boarding dan kami dibagi dalam tiga kelompok pemberangkatan.

Satu persatu yang sudah pegang paspor meninggalkan kami dan akhirnya tinggal 16 orang. Paspor belum jadi atau salah tulis, terpaksa tidak bisa berangkat. Salah seorang pewtugas dari Biro perjalanan mengatakan "yang tidak berangkat malam ini sebaiknya besok pulang kampung saja. Percuma berangkat sekalipun, bila hajadnya sudah selesai sampai disana" Kami tidak bisa menerima penjelasan itu, bagaimana kami harus bertanggung jawab kepada kepala dinas pendidikan, kepada kerabat, sahabat dan lain sebagainya. Direktorat harus bertanggung jawab menyelamatkan muka kami di daerah nanti ketika pulang.

Apa yang terjadi jika ternyata gatot (gagal total), ya tentu jengkel dan malu kan. Memang manusia boleh berencana tetapi Allah yang maha menentukan, Allah maha mengetahui apa yang terbaik bagi umatnya. Aku bersama 26 orang kepala SMK RSBI yang lain gagal berangkat karena alasan paspor. Aku harus berusaha keras mencari makna kegagalan ini sebagai hikmah. Dua hari harap-harap cemas menanti kepastian di hotel bandara Soekarno Hatta Jakarta. Rasanya gerah walau AC-nya begitu dingin. Kecewa, marah, malu ketika teman sekamarku Pak Marwoto dari Yogyakarta berpamitan boarding ke pesawat . Kutelepon Gusmar personil ITC Tour and Travel tidak ada jawaban. Via SMS kutumpahkan seluruh sumpah serapah, untung si Gusmar sudah berangkat ke Jepang. Sehingga dia tidak mendengar kalau aku berkata-kata kasar padanya karena HP ku belum diaktifkan untuk komunikasi luar negeri.

Sendirian di kamar hotel mewah itu dengan fikiran melayang, bagaimana besok ketika pulang kampung ditanya oleh teman-teman dan bapak kepala dinas, membuatku pusing dan keadaan itu membuatku sulit tidur. Sedikit tenang setelah Sholat Isya, kupejamkan mata sambil berdzikir mohon agar segera bisa menata hati. Khusuk sekali kubaca subhanallah, astaqfirullah, Allah, Allah, Allah berulang ulang. Biasalah orang kalau lagi sedih inginnya dekat dan curhat dengan Allah. Beda banget kalau lagi senang. Akhirnya kutertidur pula. Setengah tiga malam bangun, minum seteguk air putih botol kemasan, dingin rasanya ditenggorokan lalu meresap kerongga dada terus kerelung hati, menjadi lebih dingin dan tenang setelah solat tahajud. Aku yang sok tahu, emosional saat ini, harus sabar, harus berfikir positif, semua pasti ada hikmahnya. Allah maha mengatur, dan keputusannya tidak pernah keliru, kata-kata itu kuucap berulang kali untuk menenangkan kecewa, sampai akhirnya tertidur lagi menjelang pagi. Ketika matahari menebar sinar hangat esok hari, menerobos masuk lewat kelambu tipis jendela hotel, fikiranku sudah bening. Aku harus realistis melihat kondisi kesehatanku sendiri yang belum sembuh dari operasi tulang pangkal paha ku, sehingga masih harus memakai satu krukuntuk menyangga berat beban tubuhku yang tinggi besar. Setelah mandi, bergegas sarapan pagi di restoran hotel sendirian saja tidak ada seorangpun kutemui teman yang kemarin sore diumumkan gagal berangkat. Tidak terlalu lama kuselesaikan makan pagi, terus pergi naik taksi blue bird menuju Direktorat Dimenjur di Senayan lantai 13 gedung E Jakarta pusat. Maksud tujuan ingin bertemu pak Direktur. Semua 26 orang yang gagal berangkat ke Jepang hari itu juga ternyata sudah kumpul, mohon kejelasan dan surat pembatalan tugas untuk dipertanggung jawabkan kepada bapak Kepala Dinas Pendidikan di Kabupaten masing-masing.

Sebagai obat hati Pak Direktur berjanji akan memberangkatkan kami bulan februari 2008 dalam acara study banding and tour ke Jepang. atau ke Jerman. Waktu itu juga didatangkan orang dari kedutaan Jerman di Jakarta menjelaskan tentang peluang studi banding di Jerman. Sayang kami sudah sudah tidak fokus dalam menanggapi nya. Yang terfikir adalah segera pulang kampung. Pak Direktur menyampaikan maaf atas keteledoran panitia sehingga kami tidak jadi berangkat.

Beliau menjelaskan rumitnya birokrasi sehingga menyebabkan kami tidak berangkat. Kemudian beliau menugasi anak buahnya untuk membuatkan surat pembatalan studi banding bagi kami saat itu dan meyampaikan sekali lagi permohonan maaf tidak jadi berangkat. Surat segera kami ambil ke petugas, segera pamit pulang ke daerah masing-masing, membawa hati yang luka karena kecewa. Itulah barangkali yang terbaik, keputusan Allah melalui Pak Direktur Dikmenjur. Hari itu juga aku harus segera pulang ke Jember. Tugas sebagai tuan rumah Skill Olympic SMK tingkat Jawa Timur di SMK Negeri 1 Jember menantiku, sukses tidaknya adalah tanggung jawabku. Anggap sajalah ini suatu ujian kesabaran dariNya.

Ketika pelaksanaan Skill Olympic di SMK Negeri 1 jember, di sekolahku, saya bertemu dengan Ibu Kumudawati kepala SMK Negeri Situbondo yang berhasil berangkat ke Shizouka. Dia mengatakan ”Untung pak penjenengan tidak ikut berangkat, di sana harus lari-lari mengejar waktu untuk mengikuti upacara perhelatan World Skill di Shizouka Jepang. Seandainya penjengan ikut, sepertinya kesulitan dan disana itu kami sudah terlambat tidak bisa menyaksikan upacara pembukaan dan acara lombanya juga. Sudah terlambat. Wis tah percuma, gak main, saya saja menyesal kok”. ”Oh, ya. syukurlah kalau begitu”. Komentarku menanggapinya.

Aku yang malu bila ditanya banyak teman kepala sekolah atau guru, harus berusaha menyembunyikan rasa kecewa dengan berusaha tenang setenang telaga dan tetap menebar senyum yang mungkin hambar, meladeni semua tamu di sekolahku untuk berlomba kompetensi tingkat Jawa Timur. Kesibukan yang diperagakan oleh para warga SMK Negeri 1 Jember, petinggi Dinas Pendidikan Kabupaten Jember, petinggi Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur sudah semakin sibuk, tidak boleh saya tanggapi dengan ketidaksemangatan atau ketidakseriusan. Bila perhelatan tingkat jawa timur ini gagal berarti aku akan menyesal sepanjang waktu karena telah mempermalukan banyak pihak. Hiiii ...... ngeri juga bila jadi gunjingan orang banyak. Naudzubillah amit-amit, jangan sampai deh.

Pelan-pelan hati dapat kutata, konsentrasi pada pekerjaan sehari-hari dengan semangat tinggi, didukung oleh semangat teman-teman guru dan karyawan di sekolah, menyiapkan perhelatan dengan serius dan kompak. Aku tidak boleh berfikir negatif tidak boleh cengeng, harus..... Aku harus berfikir positif....tif ......tif, harus semangat.... semangat ngat.....ngat ......ngat.

(Ikuti terus kisahnya di BAB II Jangan Takut Bermimpi)

oooOooo

Senin, 07 Juni 2010

PREAMBULE

Blog ini berisi cerita yang dibukukan oleh Pak Nyoto. Tentang pengalaman studi banding ke Jepang dengan 22 orang kepala SMK se Indonesia. Supaya menarik maka didalamnya ada pengalaman pribadi pak Nyoto dan berbagai macam motivasi untuk para guru muda dan para siswa.

Buku ini saya beri judul Fujiyama adalah buku pertama hasil karya tulis saya yang sudah diterbitkan oleh penerbit buku Selaksa, group Intrans Malang .

Terima kasih kepada yang sudah membaca dan yang belum membaca, saya akan sangat berterima kasih bila anda mencoba untuk membacanya.